[Cerpen] Petrikor

Petrikor
Cerpen: Rupa Manusia
;
“Tidakkah kanda merasa aku seperti terpenjara di sini, taman serupa surgapun tak mampu membahagiakan hatiku Sinta sekali lagi memotong ucapan Rahwana.
“Bahkan Asoka tak mampu juga meluluhkan hatimu dinda.
“Buat apa di surga bila akhirnya tidak bahagia
“Karena tidak ada suamimu, ksatria harum tersohor itu!. Apa tidak bisa sedikit saja kau melihat cinta di hatiku dewi
“Sadarkah kanda bahwa aku ini sudah dimiliki orang lain!
“Kenapa harus Rama?
“Karena kami sudah ditakdirkan dewata kanda
Maka adalah takdirnya juga aku harus mencintaimu begini rupa Rahwana meyakinkan.
“Kanda Rahwana, mengertilah aku ini bukanlah dewi Widowati, bidadari yang dijanjikan tuhan untukmu, percayalah Widowati akan bersamamu di Surgaloka kelak
“Aku mencintai Widowati yang ada dalam dirimu sekaligus menyertaimu. Bahkan bila artinya aku harus melawan Rama Wijaya
***
“Halo sayang, kamu lagi apa?”
“Lagi di rumah aja ini sayang”
“Kamu sibuk?”
“Lumayan, ada kerjaan sisa kantor tadi”
“Aku pengen ngajak kamu keluar malam ini, gimana kalau kita hangout, aku kangen nih sayang…”
“Gimana ya…”
“Yuda gak pulang malam ini, setengah jam lagi aku berangkat ke tempat biasa, ku tunggu”
***
Ketika kau larang aku jatuh cinta,
kenapa kau hadirkan perasaan yang begitu megah di dalam jiwaku?
***
Dari arah luar kota kupacu kendaraanku dengan kencang melewati rerimbunan pohon-pohon yang mengepung bagai pagar semesta. Kiri kanan berjejer batang pohon diselimuti semak perdu yang menari membentuk formasi keabadian, adakah pintu keluar pada jalan ini, aku tersesat, aku tak dapat berhenti. Namun sebuah perjalanan tak bisa berakhir seperti ini, aku telah berjalan cukup jauh untuk tidak gagal dibagian akhirnya. Hari ini kembali aku memiliki janji temu dengan Ayu, perempuan yang pandai mencuri perasaan. Sudah setahun ini kami membangun hubungan yang sedikit rumit namun kokoh. Aku mencintainya dan begitupun sebaliknya, tapi hubungan ini jelas menyalahi. Bukan karena perasaannya, tapi hubungannya. Ayu telah bersuami. Namun entah bagaimana hubungan rumah tangga mereka, nyatanya hubungan ku dan Ayu sudah berjalan sekitar setahunan ini.
“Halo sayang, nanti jadi ketemu?” ucap Ayu dengan sedikit nakal lewat telepon.
“Pasti sayang, bentar lagi aku nyampe”
“Oke, ditempat biasa ya”
“Okay, love you honey”
Dikamar hotel yang tak begitu besar di pinggir kota, kami jadikan sebuah panggung untuk melepas hasrat masing-masing. Saling cumbu, saling serang dan terjang, menjadi gaya khas permainan kami. Entah berapa pekikan, entah berapa jeritan, semua bersimponi membayar lunas puncak kenikmatan yang memeram dalam dada.
***
“Kanda, lihat kijang itu. Indah, aku ingin memilikinya” ucap Sinta pada suaminya.
“Dinda, itu cuma kijang biasa. Apa istimewanya” Rama menimpali
“Tidakah kanda dapat melihat warnanya yang keemasan menggoda”
” Terlalu berbahaya meninggalkanmu disini”
“Kanda, bertahun-tahun kita hidup di hutan seperti ini, tidakkah kau tahu betapa aku butuh hiburan, aku cuma ingin kijang itu untuk menemaniku selagi kanda dan Laksmana sibuk mencari makan”
“Baiklah dinda, aku akan dapatkan kijang emas itu untukmu” Rama pergi.
***
Pesan masuk
“Syg, aku bosan di rmh, ku tunggu d tmpt biasa”
Pesan keluar
“Kapan syg?, jam?”
Pesan masuk
“SEKARANG!!!, aku kangen sama kamu”
Pesan keluar
“Tp aku masih ada kerjaan syg”
Pesan masuk
“Gak mau tahu, aku butuh kamu skarang!”
Pesan keluar
“Oke. setengah jam lg di tempat biasa. Love You”
***
Bagaimana bila tenyata Rahwana tak pernah benar-benar menculik Sinta, bagimana jika sebenarnya Sinta-lah yang ingin pergi bercinta bersama Rahwana, bagaimana jika sebenarnya Sinta bosan dengan kemonotonan Rama yang terlalu baik sebagai lelaki terlebih suami, bagaimana jika Sinta sebenarnya ingin menikmati fantasi nakal bersama lelaki seperti Rahwana
***
Kelelahan bercinta membuat kami terkulai lemas di atas ranjang yang menjadi saksi aksi kebiadaban kami, pandangan kosong, sunyi senyap.
“Kapan kita akhiri lakon dosa ini” ucapku membuka
“Tidak ada akhir sayang,aku bahagia begini” balasnya manja sambil mendekap erat tubuhku
“Tapi aku yang tak nyaman”
“Kenapa?”
“Karena kau istri orang lain!”
“Itu cuma status sayang, percayalah perasaan dan ragaku hanya untukmu honey”
“Kenapa kau memilihku dan kenapa kau berkhianat pada suamimu”
“Dia itu terlalu baik sebagai lelaki terlebih suami, dia terlalu gentle, pecinta yang baik, apalagi urusan ranjang, selalu monoton, aku dibuat ratu, sungguh membosankan, aku punya interpretasi sendiri tentang fantasi seksku, dan itu kudapat dari sayang, kau barbar, kau nakal, kau buat aku bagai budak birahimu dan aku sangat suka itu. Terlebih gaya bercintamu yang barbar sungguh menghancurkan tembok hasratku. Kamu luar biasa sayang”
“Apa kamu tidak kasihan dengan suamimu”
“Kasihan, tapi tidak usahlah dipikirkan, inilah hidup, nikmatilah hal-hal kecil meski itu artinya mengorbankan hal-hal kecil lainnya”
“Apa kau anggap ini perkara kecil!!!, ini PERSELINGKUHAN”
“Tidak begitu besar, karena selama ada kau disini, semua kuanggap masalah kecil”
“Kamu memang GILA!”
Seusai percakapan itu kami kembali bercinta, dengan ganas, saling serang, saling terjang, saling terkam. Tak ada rasa bersalah apalagi penyesalan di antara kami, biarkan saja malam ini kami jadi biadab, dan kebiadaban ini kami sebut cinta. Kami percaya, percintaan ini bukan lah didasari nafsu belaka tapi karena dorongan cinta yang agung dan telah menggetarkan hati kami masing-masing dan terlena di dalamnya.
***
Bukan karena kobaran api Sinta mendidih, namun karena kekecewaannya kepada suaminya lah, membuat ia merasa tebakar amarah. Melalui ritual Pati Obong ini, Sinta menemukan siapa yang benar-benar mencintai dirinya, apakah Rama yang pengecut, atau Rahwana sang penyabar. Kobaran api pangagangan itu telah menjilat-jilat langit namun hati sinta sama panasnya dengan unggunan api itu, kenapa Sri Rama lebih mendengar ucapan orang lain dari pada istrinya sendiri, kenapa ia tak memberikan semangat kepada Sinta yang akan membuktikan kesucian dengan melompat di kobaran api, wajahnya datar saja. Sungguh Sinta murka pada titisan Wisnu. dalam pembakarannya, dalam hati Sinta justru membara rasa cinta pada Rahwana, kesatria yang selalu tersenyum padanya, kini ia tak malu untuk mendua, tak ada rasa bersalah telah mulai mencintai Rahwana. dalam benaknya hanya ada gambar Rahwana yang tersenyum
***
Pertanyaan dan pernyataan semua berpusara dalam kepala, memutar-mutar tanpa ada kemungkinan kemana muaranya. Semua peristiwa ini tentunya tak dapat dijabarkan dengan rumus-rumus aritmatika, aku kelelahan dengan semua kejadian yang semakin ke hulu semakin dangkal.
“Oh… gusti. Bilamana kusangksikan semua alur yang kau buat ini maka terkutuklah Hawa dengan semua keturunannya” umpatku dalam hati.
“Sebagai seorang lelaki aku harus punya sikap, apakah berhenti sekarang atau aku rebut saja dia”
“Tapi aku telah berjalan sejauh ini tidak untuk menyerah diujung jalannya”
“Akan kuminta ia meninggalkan suaminya”
“Aku mencintainya, dan begitupun sebaliknya”
“ya… ini akan menarik, semua resiko, semua hujatan pasti akan menderu menghantamku bagai hujan yang turun secara sporadis, tapi jalanku menuju cintaku, Ayu”
***
“Bawalah aku pergi dari sini sayang” ucap Ayu mulai menegang
“Pergi!, maksudmu”
“Aku bosan dengan kehidupan disini, aku muak dengan hidupku, aku ingin memulai hidup baru yang lebih indah hanya denganmu sayang”
“Bagaimana dengan suamimu, Yuda”
“Dialah alasanku untuk pergi, bersamanya seperti penjara sesak, sedangkan bersamamu aku menjadi diriku sendiri, bawalah aku pergi sayang, kemanapun”
“Semua ada konsekuensinya sayang, sudah siapkah kamu?”
“Lahir batin aku siap mas” ucapnya meyakinkan
“Kemana?”
“Kemanapun, keluar kota, bahkan keluar negeri kalau perlu!”
“Kapan?”
“Secepatnya”
“Baiklah, tunggu saja sayang”
***
Keyakinanku mengakhiri polemik kebatinan ini semakin memuncak, salah benar itu cuma penilaian, tak ada yang benar-benar SALAH dan tak ada yang benar-benar BENAR, ini adalah sebuah kenyataan perasaan, dan aku siap memenangkannya. Mungkin inilah perasaan seorang Rahwana yang memperjuangkan Widowati-nya hingga tiga kehidupan lamanya, berjuang memiliki cintanya, meskipun itu adalah istri orang lain.
***
Pesan Masuk
“maaf sayang, aku tak bisa pergi denganmu, Yuda akan dipindah tugaskan keluar kota dan aku ikut dengannya. aku hamil mas, meski aku tak tahu ini benih siapa, tapi cukuplah ini menjadi kenangan bahwa kau masih memiliki hatiku. maaf mas, aku pergi”
***
Tak satupun kata yang keluar dari mulutku, semua kaku dan kosong.
Aku mati rasa
***
-selesai-